Perlindungan Konsumen, AntiMonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Serta Penyelesaian Sengketa
Nama : Maziyyah Fitri Amalia
NPM :
24216333
Perlindungan
Konsumen
Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang
perlindungan konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang
diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha
tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen. Dengan adanya UU
Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak
dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika
ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha. Faktor
utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan
haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan
konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan
menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan
dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional
termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen
adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan
pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan
konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, Undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari
hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada
terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa
undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
- Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
- Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
- Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
- Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
- Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
- Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
- Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
- Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
- Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
- Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World
AntiMonopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, Serta Penyelesaian Sengketa
1. Pengertian
Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
2. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sempurna
Sementara itu
tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb :
1. Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, menengah, dan kecil.
3. Mencegah
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku
usaha.
4. Menciptakan
efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3. Kegiatan yang Dilarang Anti Monopoli
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.
2.
Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasaan Pasar
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
·
Menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar yang bersangkutan
·
Menghalangi
konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
·
Membatasi
peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan
·
Melakukan
praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4.
Persengkongkolan
Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb :
Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb :
·
Dilarang
melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
·
Dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha
pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.
·
Dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar barang dan atau
jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan
waktu yang disyaratkan.
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
·
Berada
dalam pasar bersangkutan yang sama.
·
Memiliki
keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.
·
Secara
bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7.
Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8.
Penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan
Pelaku usaha yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Pelaku usaha yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Kegiatan
yang Dilarang dalam Monopoli
Dalam UU No.5 Tahun
1999 pasal 17 dan 24. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan
hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan
hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan
pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal, Pasal 28 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal, Pasal 28 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni
3. Penguasaan pasar
UU no.5 tahun 1999
Pasal 19, bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24
5. Posisi Dominan
Posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, akses pada pasokan, penjualan, barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
Posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, akses pada pasokan, penjualan, barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
·
Berada
dalam pasar bersangkutan yang sama.
·
Memiliki
keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.
·
Secara
bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.
Perjanjian yang Dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Usaha
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut, ;
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka :
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.
Perjanjian yang Dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Usaha
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut, ;
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka :
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
·
Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang
sama.
·
Perjanjian
yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang
sama.
·
Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
·
Perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya
dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu, antara lain :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu, antara lain :
·
Harus
bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,
·
Tidak
akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain
yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat .
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat .
Hal-hal yang
dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan, yaitu
Pasal 50
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan, yaitu
Pasal 50
·
Perbuatan
dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
·
Perjanjian
yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten,
merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu,
dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
·
Perjanjian
penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan
atau menghalangi persaingan;
·
Perjanjian
dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali
barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan;
·
Perjanjian
kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat
luas;
·
Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
·
Perjanjian
dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan
dan atau pasokan pasar dalam negeri;
·
Pelaku
usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
·
Kegiatan
usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
1.
Perjanjian
yang dilarang,
2.
Kegiatan
yang dilarang,
3.
Posisi
dominan,
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di
masyarakat :
1.
Konsumen
tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker.
2.
Keragaman
produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan.
3.
Efisiensi
alokasi sumber daya alam.
4.
Konsumen
tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya
5.
Kebutuhan
konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan
layanannya.
6.
Menjadikan
harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi.
7.
Membuka
pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak.
8.
Menciptakan
inovasi dalam perusahaan.
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah
melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai
ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di
pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Pasal 48
Pasal 48
1.
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai
dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2.
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000
(dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana penjara pengganti denda
selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3.
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa :
1.
Pencabutan
izin usaha; atau
2.
Larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
3.
Penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain.
Penyelesaian sengketa
1. Negoisasi
Negosiasi merupakan suatu proses
saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak
yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerja sama dan kompetisi.
2. Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian
konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki
kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa
mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
3. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
Kasus
PT Carrefour dengan KPPU
Kasus
PT Carrefour sebagai Pelanggaran Undang Undang No. 5 Tahun 1999.
Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan
atau akuisisi. Dalam UU No. 40/3007 tentang perseroan terbatas disebutkan bahwa
hanya saham yang dapat diambila alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat
di akuisisi.
Akuisisi biasanya menjadi salah satu
jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahas
inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take
over. Pengertian acquisition atau take
over adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan
oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take Over sendiri memiliki
2 ungkapan:
1. Friendly take over (akuisisi
biasa)
2. Hostilr take over (akuisisi yang
bersifat "mencaplok"), Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara
membeli saham dari perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah praktek jual
beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan
perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham
tersebut. menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh
perseorangan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan
pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain
langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan
pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan
oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap
memperhatikan anggaraan dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan
mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang
disebutkan dalam UU No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, Pemegang Saham
Minoritas, Karyawan Perseroan, Kreditor, Mitra Usaha lainnya dari Perseroan,
masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam sidang KPPU tanggal 4 November
2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 17 UU No.5/1999,
yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan
penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25(1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait
dengan posisi dominan.
Kesimpulannya :
Pelanggaran etika bisnis dapat
melemahkan daya siang hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi
sikap para pengusaha kita. Kecendrungan makin banyaknya pelanggaran etika
bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan
akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan
ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan
etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
Komentar
Posting Komentar