PDB, Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi



MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA SOFTSKILL
PDB, Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi”

 
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Karunia Mahesa Putra                         (23216541)
                                    Muhammad Ramadhoni Sugeha         (24216301)
Maziyyah Fitri Amalia                        (24216333)
Nurul Izza Ramadhanti                       (25216626)

KELAS 1EB21
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017 





Output nasional = pendapatan nasional = Produk Domestik Bruto (PDB) = Gross Domestic Product (GDP)


PDB adalah Total keseluruhan nilai output baik itu barang atau jasa yang diproduksi pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun.
* untuk menghitung PDB dapat menggunakan rumus:

                    PNB                  Pendapatan
PDB =  -------------------  =   --------------
             Jumlah Produk            capital

GDP atau PDB  = C + I + G + (X-M)

                                    Keterangan:
                                    C = Konsumsi                                     X = Ekspor
                                    I  = Investasi                                       M = Impor
                                    G= Pengeluaran Pemerintah
Contoh soal :
Suatu  negara mempunyai pendapatan nasional sebagai berikut :
  1. Konsumsi masyarakat          Rp. 80.000.000
  2. Pendapatan laba usaha         Rp. 40.000.000
  3. Pengeluaran negara              Rp. 250.000.000
  4. Pendapatan sewa                  Rp. 25.000.000
  5. Pengeluaran investasi           Rp. 75.000.000
  6. Ekspor                                   Rp. 50.000.000
  7. Impor                                     Rp. 35.000.000
Jawab :
GDP atau PDB           = C + I + G + ( X – M )
            = 80.000.000 + 75.000.000 + 250.000.000 + ( 50.000.000 – 35.000.000 )
= 405.000.000 + 15.000.000
= 420.000.000

Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia didefinisikan sebagai suatu rangkain perubahan yang saling terkait satu sama lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor – faktor produksi yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Sejarah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama Orde Baru Hingga Saat Ini

1.        Kondisi Ekonomi Indonesia pada Masa Orde baru (1966-1998)
Pemerintahan Orde Baru  menyadari sepenuhnya bahwa akibat konflik yang berkepanjangan penderitaan rakyat telah mencapai titik yang tertinggi. Kesejahteraan rakyat telah menjadi korban dan ambisi para petualan politik. Atas dasar kesadran tersebut, maka pada awal Orde Baru Stabilisasi Ekonomi menjadi proritas utama.
a.       Stabilisasi Ekonomi
Pada permulaan Orde Baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha pengendalian tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.

Pelaksanaan pembangunan Orde Baru bertumpu kepada program yang dikenal dengan sebutan “ Trilogi Pembangunan” yaitu sebagai berikut :
1)      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menju kepada terciptanya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3)      Stabilitas yang sehat dan dinamis.

2.     Akhir Orde Baru
Krisis moneter yang melanda kawasan asia Tenggara menyebabkan ketidakstabilan Perekonomian Indonesia sejak pertengahan Juli 1997.

3.     Era Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju kearah perbaikan. Reformasi tahun 1998 menuntut adanya pembaharuan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hokum Masalah yang mendesak adalah upaya mengatasi kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau masyarakat.
a.     Masa Kepemimpinan B. J. Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. B. J. Habibie diangkat menjadi presiden menggantikan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Tugasnya adalah Melanjutkan kebijakan yang telah dibuat  oleh sebelumnya, kemudian Habibie membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Berikut upaya-upaya yang dilakukan Habibie di bidang ekonomi antara lain :
1)     Merekapitulasi perbankan.
2)     Merekonstruksi Perekonomian Indonesia.
3)     Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
4)     Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar hingga di bawah Rp. 10.000
5)     Mengimplementasikan Reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia.
  
b.     Masa Kepemimpinan Abdurrahman Wahid (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah-masalah yang kontroversial.

c.      Masa Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1)     Melakukan pembayaran utang luar negeri.
2)     Memelihara dan memantapkan stabilitas Negara.
3)     Memantapkan ekonomi nasional.
4)     Privatisasi BUMN.
5)     Memperbaiki kinerja ekspor.

d.     Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-2014)
Berikut kondisi dan kebijakan-kebijakan masa kepemimpinan SBY di bidang ekonomi antara lain :
1)      Hingga Maret 2005 utang luar negeri U$$136.6 miliar dan masa penundaan utang paris club 3 sudah habis.
2)      Seratus hari pertama lebih banyak bicara ekonomi makro dari pada secara spesifik program peningkatan ekspor.
3)       Pada tanggal 19 Desember 2004 SBY menaikkan haraga “BBM Mewah”.
4)       Melanjutkan pertumbuhan ekonomi Megawati, diperkirakan pertumbuhan ekonomi nya naik hingga 4,4-4,9% dan inflasi meningkat yakni 5,5%.
5)       Menaikkan pendapat perkapita dengan mengandalkan pembangunan infrasruktur missal dengan mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor dengan janji akan memperbaiki iklim investasi.
e.      Perkembangan Ekonomi di Tahun 2015
Awal tahun 2015 menjadi momentum tepat untuk memprediksi kondisi perekonomian Indonesia kedepan. Sebagai salah satu negara yang baru saja mengalami perombakan politik, serangkaian kebijakan baru tentunya akan mempengaruhi proyeksi ekonominya. Meskipun laju perekonomian di tahun lalu mengalami perlambatan, namun sejumlah ahli dan ekonom justru memprediksi bahwa di tahun 2015 perekonomian Indonesia akan mengalami peningkatan. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Bahkan ditengah kondisi ekonomi internasional yang terbilang pesimis dalam beberapa tahun terakhir? Berikut ini sejumlah data yang dikumpulkan dari data-data Bank Indonesia dan sejumlah kalangan mengenai perkembangan ekonomi di tahun 2015.
Pada pertengahan Januari lalu, Bank Indonesia menetapkan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8,00% dan 5,75%. Kemudikan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap perkembangan ekonomi Indonesia di 2014 dan prospek ekonomi 2015 dan 2016 yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4±1% pada 2015 dan 2016, dan mendukung pengendalian defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.
Mengacu pada evaluasi terhadap perekonomian di tahun lalu, di tahun ini Bank Indonesia memperkirakan  perekonomian Indonesia semakin baik, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga, ditopang oleh perbaikan ekonomi global dan semakin kuatnya reformasi struktural dalam memperkuat fundamental ekonomi nasional.
Perekonomian Indonesia tahun 2014 diprakirakan tumbuh sebesar 5,1%, melambat dibandingkan dengan 5,8% pada tahun sebelumnya. Dari sisi eksternal, perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh ekspor yang menurun akibat turunnya permintaan dan harga komoditas global, serta adanya kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah. Meskipun ekspor secara keseluruhan menurun, ekspor manufaktur cenderung membaik sejalan dengan berlanjutnya pemulihan AS. Dari sisi permintaan domestik, perlambatan tersebut didorong oleh terbatasnya konsumsi pemerintah seiring dengan program penghematan anggaran.
     Sementara itu, kegiatan investasi juga masih tumbuh terbatas. Kinerja pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap solid. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi, yaitu tumbuh pada kisaran 5,4-5,8%. Berbeda dengan 2014, di samping tetap kuatnya konsumsi rumah tangga, tingginya pertumbuhan ekonomi di 2015 juga akan didukung oleh ekspansi konsumsi dan investasi pemerintah sejalan dengan peningkatan kapasitas fiskal untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif, termasuk pembangunan infrastruktur.
 


Faktor-Faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 
Secara garis besar, terdapat sedikitnya 2 (dua) faktor yang menentukan prospek pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Adapun kedua faktor tersebut adalah faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Krisis ekonomi pada tahun 1998 yang disebabkan oleh buruknya fundamental
ekonomi nasional, serta lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional pasca
 peristiwa tersebut menyebabkan banyak investor asing yang enggan (bahkan hingga
sampai saat ini) menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudian proses pemulihan
serta perbaikan ekonomi nasional juga tidak disertai kestabilan politik dan keamanan
yang memadai, penyelesaian konflik sosial , serta tidak adanya kepastian hukum.
Padahal faktor-faktor non ekonomi inilah yang merupakan aspek penting dalam
menentukan tingkat resiko yang terdapat di dalam suatu negara untuk menjadi dasar
keputusan bagi para pelaku usaha atau investor terutama asing, untuk melakukan
usaha atau menginvestasikan modalnya di  negara tersebut.
2. Faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional serta dunia merupakan faktor
eksternal yang sangat penting untuk mendukung proses pemulihan ekonomi di
Indonesia. Mengapa kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia
tersebut dinilai penting? Sebab, apabila kondisi perdagangan dan perekonomian
 negara-negara tersebut terutama mitra Indonesia sedang melemah, maka akan
 berdampak pula pada proses pemulihan yang akan semakin mengulur waktu dan
akibatnya dapat menghambat kemajuan perekonomian di Indonesia.
Selain itu, terdapat juga beberapa faktor yang dianggap penting dalam menunjang
 pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu faktor sumber daya manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh
SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat
lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumber daya manusianya
selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses
 pembangunan.



Contoh Berita : 
Stronger global growth and commodity prices contribute to faster economic growth for Indonesia in 2017
March 22, 2017
     Jakarta, March 22, 2017 – Stronger global economic growth and continued gains in commodity prices are helping to drive up Indonesia’s economic growth forecast to 5.2 percent this year from 5.0 percent in 2016. Global policy uncertainty and fiscal dynamics pose downside risks, according to a new World Bank report released today.
The report says the fundamentals of the Indonesian economy remain strong, with robust economic growth, a low current account deficit and unemployment, a conservative government deficit and inflation at a record low. Double-digit real wage growth, accommodative monetary policy and higher commodity prices helped increase household consumption and investment and exports rebounded in the fourth quarter of 2016.
     Staying the course on continued structural reforms is crucial to further enhance the economy’s potential growth, says the March 2017 edition of the Indonesia Economic Quarterly.
Having achieved robust growth in 2016, the economic outlook for Indonesia remains on the positive side this year. With an increase in commodity prices, 2017 offers an opportunity for Indonesia to solidify its recovery and secure stronger growth in the longer-term. The country will continue benefitting from sustaining structural reforms in order to do so” said Rodrigo A.Chaves, World Bank Country Director for Indonesia.
      The Bank projects inflation to be temporarily higher this year at 4.3 percent, up from 3.5 percent in 2016, due to hikes in electricity tariffs linked to better targeted public subsidies, and due to vehicle registration fees. The current account deficit is expected to remain at a five-year low of 1.8 percent of GDP, unchanged from 2016, on stronger commodity prices  Meanwhile, the central government budget deficit is projected to edge up to 2.6 percent of GDP, partly due to stronger public expenditures on investment.
     The report includes a study on services trade in Indonesia. It says Indonesia should reduce restrictions on services trade to improve productivity and competitiveness. According to data from the Organization for Economic Cooperation and Development, Indonesia has some of the most restrictive barriers to services trade.  
     “Trade restrictions on services weaken the quality of those services and are also impeding the productivity of other sectors of the economy, as services such as transport, distribution and electricity are key inputs for industrial production. Lifting these restrictions could therefore bring economy wide benefits.” said Hans Anand Beck, Acting Lead Economist
     The report also finds that the redesign of the Kredit Usaha Rakyat (KUR) program towards the provision of subsidized loans to micro, medium and small enterprises (MSMEs), has led to a 10-fold increase in the cost of the program. With more selective targeting, program costs could be much lower, and the savings could be redirected to other underfunded priority sectors in Indonesia.  There is a strong need to rethink the use of subsidized loans to support MSMEs. 
     The Australian government’s Department of Foreign Affairs and Trade supports the publication of the report. 



DAFTAR PUSTAKA
(15/3/2017 Pukul 23.30)
(14/3/2017 Pukul 21.42)
(14/3/2017 Pukul 22.30)
(16/3/2017 Pukul 10.00)
(16/3/2017 Pukul 10.15)
(16/3/2017 Pukul 10.30)
(20/3/2017 Pukul 18.00)
(20/3/2017 Pukul 18.22)
(20/3/2017 Pukul 18.45)
(24/3/2017 Pukul 18.40)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Membuat Ayat Jurnal Menggunakan Sistem Persediaan Perpetual

ASET KEUANGAN, BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN